Mengenal Beberapa Makna Sebahagian Mufradat Ayat
يَرْفَعِ اللَّهُ
“Allah meninggikan” makna Allah mengangkat. Yaitu mengangkat kaum mukminin di atas selain kaum mukminin dan mengangkat orang yang berilmu di atas orang yang tidak berilmu.
أُوتُوا الْعِلْمَ
“orang2 yang diberi ilmu” yang dimaksudkan ilmu di dalam ayat ini adalah ilmu syar’i. Sebab dengannyalah seseorang akan mendapatkan keterangan dalam mengamalkan agama berdasarkan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
دَرَجَاتٍ
“Beberapa darjat”. Al-Qurthubi rahimahullah berkata: yaitu darjat di dalam agama ketika mereka melaksanakan apa yang diperintahkan.
Tafsir Ayat
Ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mulia ini menjelaskan keutamaan para ahli ilmu dan orang2 yang sentiasa menuntut ilmu agama. Di samping kerana keimanan yang mereka miliki mereka juga diangkat darjat dan kedudukan oleh Allah kerana bertambah ilmu agama mereka yang menjadikan semakin jauh dari kejahilan dan mendekatkan kepada keredhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Berikut beberapa penafsiran para ulama tentang tafsir ayat ini:
- Ath-Thabari rahimahullah berkata: Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat kaum mukminin dari kalian wahai kaum dengan ketaatan mereka kepada Rabb mereka. maka pada apa yang diperintahkan kepada mereka untuk melapangkan ketika mereka diperintahkan untuk melapangkannya. Atau mereka bangkit menuju kebaikan apabila diperintahkan mereka untuk bangkit kepadanya. Dan dengan keutamaan ilmu yang mereka miliki Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat darjat orang2 yang berilmu dari ahlul iman di atas kaum mukminin yang tidak diberikan ilmu jika mereka mengamalkan apa yang mereka diperintahkan.” Lalu beliau menukilkan beberapa perkataan ulama salaf di antara Qatadah rahimahullah beliau berkata: “Sesungguh dengan ilmu pemilik memiliki keutamaan. Sesungguh ilmu memiliki hak atas pemilik dan hak ilmu terhadap kamu wahai seorang alim adalah keutamaan. Dan Allah memberikan kepada tiap pemilik keutamaan keutamaannya.”
Antara Ilmu dan Ibadah
Menuntut ilmu juga merupakan jenis ibadah. Namun ilmu merupakan jenis ibadah yang memiliki nilai dan kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan jenis ibadah lainnya. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فَضْلُ الْعِلْمِ خَيْرٌ مِنْ فَضْلِ الْعِبَادَةِ وَمِلاَكُ الدِّيْنِ الْوَرَعُ
“Keutamaan ilmu lebih baik dari keutamaan ibadah. Dan kunci agama adalah bersikap wara’ .”
Hadits ini menjelaskan demikian mulia ilmu dan penuntut ilmu. Ini disebabkan kerana seorang yang berilmu kemudian mengajarkan ilmu mendakwahkan hingga Allah memberikan hidayah kepada orang lain dengan sebab dakwah maka menjadi salah satu amal jariyah baginya. Selama ada yang mengamalkan ilmu tersebut maka dia akan terus mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala walaupun dia telah meninggal. Berbeda dengan orang yang mengerjakan solat sunnah dan tidak ada yang merasakan manfaat kecuali hanya diri sendiri.
Ishaq bin Manshur rahimahullah berkata: “Aku berta kepada Al-Imam Ahmad tentang perkataannya: Mudzakarah ilmu pada sebagian malam lebih aku senangi daripada menghidupkan . Ilmu apakah yang dimaksudkan?” Beliau menjawab: “Yaitu ilmu yang memberi manfaat kepada manusia dalam perkara agamanya.” Aku bertanya lagi: “Dalam hal berwudhu’ shalat puasa haji talak dan semisalnya?”. Beliau menjawab: “Iya.”
Dan berkata pula Rabi’ bin Sulaiman Al-Muradi: Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
طَلَبُ الْعِلْمِ أَفْضَلُ مِنَ الصَّلاَةِ النَّافِلَةِ
“Menuntut ilmu lebih utama daripada solat sunnah.”
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata: “Aku tidak mengetahui ada satu ibadah yg lebih afdhal daripada seseorang yang mempelajari ilmu.”
Kemuliaan Para Ulama
Ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala ini menjelaskan demikian tinggi darjat dan kedudukan para ulama di atas yang lainnya. Dan merekalah orang2 yang sentiasa mendapatkan kemuliaan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan juga di kalangan manusia. Di dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشآءُ
“Kami tinggikan darjat orang yang Kami kehendaki.”
Al-Imam Malik rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini berkata: “Yaitu dgn ilmu.”
Zaid bin Aslam rahimahullah berkata dlm menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّينَ عَلَى بَعْضٍ وَآتَيْنَا دَاوُدَ زَبُورًا
“ Dan sesungguh telah Kami lebihkan sebahagian nabi-nabi itu atas sebahagian dan Kami berikan Zabur .”
kata beliau: “yaitu dengan ilmu.” .
Diberitakan oleh Asy’ats bin Syu’bah Al-Misshishi bahwa beliau berkata: Suatu hari Harun Ar-Rasyid pergi ke Raqqah maka berlalu gerombolan manusia di belakang Abdullah ibnul Mubarak terputuslah sandal-sandal debu-debu bertebaran. Lalu salah seorang budak wanita Amirul Mukminin melongok dari dalam istana lalu bertanya: “Siapa ini?” Mereka menjawab: “Seorang alim dari Khurasan telah datang.”
Berkatalah sang budak: “Demi Allah inilah kerajaan sebenar bukan kerajaan milik Harun yang mengumpulkan manusia dengan tentera dan para pembantunya.”
Wallahi inilah kemuliaan yang sebenarnya. Dan bukanlah kemuliaan ketika seseorang diberikan pundi-pundi harta kekayaan atau jabatan yangg menjadi pertaruhan atau parti - parti yang menjadi dambaan atau duduk di kerusi pemerintahan dengan dalih “menegakkan syariat Islam” “merintis khalifah Islam” dan propaganda lainnya.
Katakanlah kepada mereka: “Wahai orang2 yang muflis bagaimanapun pandai kalian dalam menata organisasi dan parti kalian menyelenggarakan berbagai macam kegiatan hizbiyyah kalian menjaga diri dari berbagai makar dan tipu daya syaithan kalian tidaklah mungkin mendapatkan kemuliaan dan keagungan hingga kalian menjadikan amalan kalian di atas ilmu mengenal keutamaan ilmu dan ahli ilmu.”
Satu hal yang mustahil bagi mereka yang ingin menegakkan syariat Islam mendirikan khalifah Islamiyah namun menempuh dengan cara-cara yang batil dengan membentuk parti masuk ke dalam parlimen menundukkan diri di hadapan demokrasi yang thaghut dan tidak membangun segala aktivitis di atas ilmu yang haq dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sungguh mereka hanyalah mencari sesuatu yang bersifat fatamorgana sebagaimana sebuah syair:
تَرْجُو النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسَالِكَهَا إِنَّ السَّفِيْنَةَ لاَ تَجْرِي عَلىَ الْيَبَسِ
Kalian mengharapkan keselamatan namun tidak menempuh jalan-jalannya
Sesungguh kapal tidak akan berlayar di atas tempat yang kering
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: “Di antara tanda berpaling Allah dari hamba-Nya adl dia menjadikan sibuk terhadap apa-apa yang tidak bermanfaat baginya.”
Dengan ilmulah seseorang akan mendapatkan kemuliaan dunia sebelum akhirat. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memilih Thalut untuk memimpin Bani Israil firman-Nya:
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: ‘Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.’”
Di dalam Shahih Muslim dari ‘Amir bin Watsilah bahwa Nafi’ bin Abdil Harits bertemu ‘Umar di ‘Usfan. Ketika itu ‘Umar mengangkat sebagai gabenor di Makkah. Kemudian ‘Umar bertanya: “Siapa yang engkau angkat jadi pemimpin daerah lembah?” Beliau menjawab: “Ibnu Abza.” bertanya: “Siapa Ibnu Abza?” Beliau menjawab: “Dia adalah salah satu bekas budak kami.” bertanya: “Engkau jadikan yang memimpin mereka dari kalangan maula ?” Beliau menjawab: “Sesungguh dia mempunyai ilmu tentang kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan alim dalam ilmu warisan.” ‘Umar berkata: “Ketahuilah sesungguh Nabimu Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
إِنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابَ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِيْنَ
“Sesungguhnya Allah mengangkat sebahagian kaum dengan kitab ini dan dengan Allah merendahkan yang lainnya.”
Ahmad bin Ja’far bin Muslim rahimahullah berkata: Aku mendengarkan Abbar berkata: Ketika aku berada di Al-Ahwaz aku melihat ada seorang laki2 yang telah mencukur habis kumisnya- aku menyangka dia berkata- dia telah membeli beberapa kitab dan siap menjadi seorang mufti.
Lalu disebutkan kepada ashabul hadits maak
dia menjawab: “Mereka tidak ada apa-apa mereka tidak memiliki apa-apa.” Aku pun berkata : “Engkau tidak pandai mengerjakan solat.” Dia berkata: ‘Aku?’. Aku menjawab: ‘Iya apa yang engkau hafal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika engkau membuka solatmu dan mengangkat kedua tanganmu?’ maka dia terdiam. Aku pun bertanya kembali: ‘Apa yang engkau hafal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala engkau sujud?’. Dia kembali terdiam. Aku berkata: ‘Bukankah aku telah mengatakan engkau tidak pandai mengerjakan solat? maka janganlah engkau menjelekkan ashabul hadits.”
Ulama adalah Para Mujahid
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan orang2 yang menuntut ilmu sebagai salah satu bahagian dalam jihad fi sabilillah. Firman-Nya:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatut bagi orang2 mukmin itu pergi semua . Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalamkan pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaum apabila mereka telah kembali kepada supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Abu Darda radhiallahu ‘anhu berkata: “Barangsiapa yang menganggap bahawa berangkat seseorang mencari ilmu itu bukan jihad maka sungguh dia kurang akal dan fikiran.”
Terhadap merekalah kaum muslimin diperintahkan untuk merujuk kepada ketika mereka menghadapi berbagai macam problem dan masyakil di dalam agama mereka. Baik masalah bersuci solat puasa zakat jihad mahupun persoalan-persoalan kontemporer dan lain sebagainya. Barangsiapa yang membahagi para ulama menjadi dua: ulama dalam urusan jihad dan ulama mengurusi selain jihad maka sungguh dia telah terjerumus dalam kebatilan yang nyata.
Asy Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata: “Jika sekiranya sikap memberontak terhadap pemerintah mendatangkan kejahatan yang telah dijelaskan oleh nash-nash syar’i yang saling menyatu disertai dengan berbagai kejadian yang nyata sebagaimana yang nampak dari hasil perbuatan para ahli bid’ah di tiap zaman. maka lebih jahat lagi adalah orang2 yang keluar dari para ulama dengan menjatuhkan hak-hak mereka dan tidak bersandar kepada fatwa-fatwa mereka kecuali yang sesuai dengan hawa nafsu para haraki dan meremehkan kedudukan mereka dalam hal politik dan melontarkan tuduhan kepada mereka dengan istilah “ulama di rumah wudhu” dan gelar-gelaran yang lebih kurang sama dan lain2 yang diwarisi oleh para ahlul bid’ah yang hina dari yang hina yang ditujukan kepada para ulama salafiyyin yang mulia kepada yang mulia. Dan hal ini berarti menggugurkan syariat dengan mencerca para saksi dan pembawanya. Dan Allah akan memenuhi janjinya.”
wallahualam~
2 comments:
Come to see us at the moment to
grasp more information and facts
regarding Come to see us at times to grasp more facts and facts at all events [url=http://www.silosy.dogory.pl]Silosy[/url]
Visit us now to read more details and facts regarding to
[url=http://www.ultimate-nutrition.pl]Ultimate Nutrition[/url]
Post a Comment